Jangan salahkan
cinta!
“Buat apa kau menemuiku?”
“Salahkah?”
“Kita sudah putus Mas!”
“Apakah putusnya hubungan cinta
kita membuat seluruh hubungan yang ada ikut hilang? Kita masih bisa berteman
bukan?”
“Mudah buatmu bilang seperti itu! Karena
kau tak merasakan sakit seperti sakit di hatiku.”
“Aku juga merasakannya Dik! Aku
juga sakit hati sepertimu. Tapi semakin aku menghindarimu, maka akan semakin
sakit rasanya. Dengan melihat dan masih bisa bertemu denganmu akan sedikit
mengobati luka Dik!”
“Jika sama-sama terluka kenapa kau
mengakhiri hubungan kita?”
“Haruskah aku mengulangi alasannya?”
“Dengan kau menemuiku apa bedanya
bagi dia?”
“Setidaknya aku tak perlu
membohonginya.”
“Tapi kau tetap akan menyakitinya.”
“Setidaknya aku tak mengkhianatinya.”
“Kenapa semuanya harus kualami?
Kenapa kau datang lagi dan menawarkan cinta masa lalu jika kau tahu akhirnya
hanya akan menyakiti semua hati yang terlibat?”
“Maafkan aku. Saat itu yang
terpikir hanya kembali memberikan cinta dan kasih sayang padamu. Aku tak pernah
berpikir akan menyakiti hati lain.”
“Aku sudah memperingatkanmu sejak
pertama bertemu.”
“Semuanya akan baik-baik saja untuk
kita jika tak ada yang memberitahu istriku tentang kita.”
“Belum tentu temanku yang
memberitahunya.”
“Dia tahu dari seseorang Dik!
Meski dia tak menyebutkan namanya. Dan tak ada satupun temanku yang tahu
tentang kita!”
“Kau menyalahkanku lagi?”
“Aku menyesalkannya! Seharusnya
cerita kita hanya milik kita, orang lain tak perlu tahu!”
Rara menarik nafas panjang untuk
meredakan amarahnya.
“Aku sudah meminta ijinmu dari
sebelum aku menyebut namamu! Lagian temanku tak mengenalmu dan istrimu. Jadi
tak mungkin dia akan menyampaikannya pada istrimu.”
“Aku menyetujuinya karena kau
menjamin temanmu bisa dipercaya. Aku sungguh tak mengira bahwa ternyata kau
baru saja mengenalnya.”
“Sampai sekarang bahkan aku yakin
bukan dia yang menyampaikan hubungan kita pada istrimu.”
“Lantas kalau bukan dia siapa lagi?”
“Istrimu membaca gelagat berbeda
darimu! Seorang istri akan tahu perubahan sekecil apapun yang terjadi pada
suaminya! Meski sang suami sendiri sering tidak menyadarinya.”
“Dia mengatakan padaku bahwa ada
seseorang yang menyampaikan tentang kita.”
“Tapi dia tak menyebut namaku kan
saat pertama kali dia menanyakannya padamu?”
“Ya! Sampai sekarang juga dia tak
tahu.”
“Nah! Itu yang kumaksud! Omongan
tentang seseorang yang memberitahunya hanya pancingan agar kamu tak bisa
mengelak.”
“Mungkin kau benar. Tapi itu tetap
membuatku tak nyaman menjalin hubungan lagi denganmu. Aku masih bisa menyangkal
sampai detik ini. Tapi jika dia menemukan bukti bahwa memang aku main api
denganmu, maka semua akan berantakan buat kami berdua.”
“Berhentilah menemuiku!”
“Aku tak bisa!”
“Lambat laun dia akan tahu tentang
aku!”
“Aku bisa menjelaskan siapa kamu
tanpa membohonginya.”
“Dia tak akan percaya! Kalian akan
bertengkar dan dia akan melarangmu menemuiku lagi.”
“Jika memang itu yang terjadi, aku
akan berhenti menemuimu.”
“Dan bagaimana dengan aku?”
“Maksudmu?”
“Ya! Bagaimana dengan hatiku? Kau
tak memikirkan perasaanku?”
“Kita hanya berteman Dik!”
“Tapi kau tahu bagaimana perasaanku
sebenarnya.”
“Ya..tapi apa yang bisa kuperbuat?
Karena itulah aku mengubah status kita jadi berteman. Dengan begitu aku tak
akan menyakitimu terlalu dalam jika tiba saatnya aku tak bisa menemuimu lagi.”
“Kau egois! Kau selalu memikirkan
apa yang terbaik bagimu! Kau tak pernah memikirkan bagaimana perasaanku.”
“Karena aku memikirkan perasaanmu Dik
maka kita sekarang berteman.”
“Dan berhentilan menemuiku! Aku
sudah bisa menerima keputusanmu kemarin! Aku sedang berusaha mengobati lukaku
saat kau memutuskan hubungan kita! Dan sekarang tiba-tiba kau kembali datang
karena bagimu pertemuan kita akan sedikit mengobati lukamu!”
“Apakah bertemu denganku tak
mengobati lukamu?”
“Yang pasti aku akan kembali
berharap! Akan bermimpi tentang kita! Meski status kita hanya berteman. Tapi
aku tak mungkin membohongi perasaanku bahwa aku akan kembali mencintaimu! Dan
saat harapanku melambung tinggi, kau akan kembali menghempaskanku! Kau akan
kembali mencampakkan aku! Dan dicampakkan untuk yang kedua kalinya akan lebih
menyakitkan dari yang pertama.”
Mas Danu hanya terdiam mendengarkan
kata-kata Rara. “Andai keadaan berbeda untuk mereka berdua.” pikirnya dalam
diam.
“Berhentilah menemuiku Mas! Jika
kau benar mencintaiku. Please jangan
menyakitiku lagi!”
“Terlalu berat buatku Dik!”
“Ini juga berat buatku Mas! Tapi tak
ada yang bisa kita lakukan kecuali menerima keadaan yang ada.”
“Yah, kadang aku menyesali waktu.
Kenapa saat dulu waktu memberi kesempatan pada kita untuk bersatu tak kita
manfaatkan untuk bersama. Dan setelah kini takdir berjalan, kenapa justru cinta
datang mengoyak perasaan.”
“Ujian atas cinta kita pada
pasangan tak akan berhenti sampai sini Mas. Akan banyak ujian yang lebih berat
lagi. Bersyukurlah kali ini kita mampu melaluinya.”
“Percayakah kau bahwa cinta tak
harus memiliki?”
“Ya! Tak semua cinta punya kekuatan
untuk saling memiliki. Karena cinta harus tetap mengedepankan logika. Dengan
logikalah kita akan tahu mana cinta yang butuh perjuangan untuk saling memiliki
dan mana cinta yang harus pasrah dengan kondisi.”
“Aku mencintaimu Ra! Percayalah!”
Rara hanya terdiam menatap langkah Danu yang semakin menjauh. "Salahkah cinta yang datang di waktu yang tak tepat?" bisik Rara lirih. "Semuanya akan membaik mas, untukku dan untukmu! Waktu akan menyembuhkan luka dan waktu pula yang akan mengikis cinta kita!"
Rara hanya terdiam menatap langkah Danu yang semakin menjauh. "Salahkah cinta yang datang di waktu yang tak tepat?" bisik Rara lirih. "Semuanya akan membaik mas, untukku dan untukmu! Waktu akan menyembuhkan luka dan waktu pula yang akan mengikis cinta kita!"
***
Egois! si pria sangat egois, dan dia greedy, dia masih mau mempertahankan istrinya tapi juga tidak mau berhenti berhubungan dengan slingkuhannya.
BalasHapusPria yang jahat.. bagusnya diceburin ke sumur hehe
hehehee..yuk mbak ceburin bareng-bareng..:)))
BalasHapus