“Berada di kota ini lagi!” batin Gee begitu mobil
mereka mulai memasuki kota kelahirannya.
Gee menarik nafas dalam-dalam,
untuk melegakan sesak di dadanya. Sudah dua tahun dia tak menginjakkan kakinya
ke kota kelahirannya, sudah dua tahun dia berhasil menghindar setiap suaminya
mengajak pulang dan selama dua tahun pula tak ada yang tahu alasan sebenarnya
dia enggan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Tapi telpon ibunya
seminggu yang lalu yang memintanya untuk pulang tak sanggup ditolaknya. Dia tak
memiliki alasan untuk menghindar. Anak-anaknya sedang libur semesteran dan ada
cuti bersama selama 3 hari hingga suaminya bisa mengantarkannya pulang.
Gee memperhatikan hiruk
pikuk jalanan di depannya. Kota ini tak pernah berubah! Selalu semrawut dengan
kendaraan roda dua yang memotong jalan seenaknya, selalu penuh dengan wisatawan
apalagi di hari-hari liburan dan selalu menyebarkan aroma khas budaya kota tua.
Dulu dia selalu merindukan untuk kembali pulang, menikmati segarnya udara kota
kecil ini, menjelajah tempat-tempat wisata yang tersebar di seluruh penjuru
kota dan bertemu dengan teman-teman masa sekolahnya. Dulu dia selalu menunggu
saat-saat pulang! Merengek dan merayu suaminya untuk mengantarkannya pulang dan
akan cemberut sepanjang hari jika suaminya tak bisa mengantarkannya.
Tapi sudah dua tahun ini
ajakan suaminya pergi ke kota ini selalu ditolaknya dengan berbagai alasan. Tak
ada pertanyaan dari suaminya yang terlontar, tak ada kerut di dahi suaminya
menandakan keheranan dan usulnya untuk berlibur ke kota lain membuat suaminya
menyangka dia sedang bosan dengan kota kelahirannya.
Gee menarik nafas dalam.
Mobil mereka telah memasuki tengah kota dan kenangan itu kembali menyerbunya.
Kenangan yang selalu membuat hatinya terluka! Gee mengibaskan tangannya ke depan
mukanya, berharap dengan begitu kenangan itu tak mengganggu dirinya, tak
membuat air matanya kembali jatuh dan tak membuat badannya kembali melemah.
***
“Tinggallah disini!”
“Andai kubisa!”
“Tinggalkan dia!”
“Tak semudah itu! Aku tak bisa memisahkan anak-anak darinya!
Anak-anak begitu dekat dengannya.”
“Tinggalkan satu yang cowok. Bawa yang cewek untuk tinggal
bersama kita.”
Gee terkesiap! Perlahan
perasaan asing mulai muncul di hatinya. Berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya.
Bagaimana Danu tega mengatakannya? Bagaimana dia bisa menyuruhnya berpisah dari
anak-anaknya?
Dan Gee terus terdiam
hingga waktu kebersamaan mereka harus berakhir. Rasa cinta dan pengertiannya
karena Danu belum memiliki anak yang membuatnya memaafkan sikap Danu.
Meneruskan hubungan mereka dan kembali merajut benang cinta sesaat.
Tapi permintaan itu
kembali berulang.
“Datanglah kesini.”
“Aku tak bisa sering-sering pergi jauh mas.”
“Ayolah! Kau tak merindukanku?”
“Aku kangen! Tapi anak-anak sekolah, tidak bisa dibawa pergi.”
“Tinggalkan mereka!”
“Kenapa bukan kau yang kesini? Bukankah lebih mudah jika kau
yang pergi kesini?”
“Istriku tidak akan mengijinkan!”
“Tidak bisakah kau membuat alasan?”
“Tidak..tidak bisa!”
Gee menahan perasaan
geramnya.
Danu adalah pribadi yang
egois! Kemauannya selalu harus dipenuhi, dia tak kan mau menerima alasan apapun
yang Gee lontarkan tapi jika Gee memintanya berkorban dia tak pernah mau. Dan Gee
cukup tahu posisinya. Karena itulah dia selalu diam menerima begitu saja apa
alasan penolakan Danu.
Gee mencintai Danu! Itu yang membuatnya bertahan menjadi selingkuhannya berbulan-bulan. Tapi cintanya tak cukup besar untuk membuat Gee meninggalkan suami dan anak-anaknya. Meski Danu berkali-kali memintanya!
Gee mencintai Danu! Itu yang membuatnya bertahan menjadi selingkuhannya berbulan-bulan. Tapi cintanya tak cukup besar untuk membuat Gee meninggalkan suami dan anak-anaknya. Meski Danu berkali-kali memintanya!
Gee tahu cinta saja tak
cukup untuk sepasang insan mengikatkan diri dalam sebuah pernikahan. Cinta akan
luntur dengan berlalunya waktu jika salah satunya tak mampu merawatnya. Gee
mengenal Danu. Hidup sebagai istri Danu tak akan membuatnya bahagia, Danu akan
selalu menuntut pengorbanannya tanpa dia sendiri mau berkorban.
***
***
Dan penolakan Gee pun
akhirnya membuat Danu bosan meminta. Sudah seminggu Danu tak menghubunginya,
panggilannya pun tak dihiraukannya, sms dan sapanya di ym tak digubrisnya. Danu
bersembunyi darinya. Dan Gee tahu sudah saatnya hubungan mereka berakhir, dia
sudah mempersiapkan diri. Tapi tak urung hatinya berdarah saat akhirnya dia
bisa pulang dan menemui Danu. Saat itu dia mendapatkan Danu sedang bermesraan
dengan wanita lain. Kabar kehamilannyapun tak menggoyahkan hati Danu. Gee telah
berakhir!!
Gee harus menghadapi
kebingungannya sendiri! Bagi Danu kehamilannya bukanlah hal besar yang patut
ditakutkan. Karena toh dia memiliki suami yang tak kan mengetahui itu anak
siapa.
Tapi tidak bagi Gee! Dia
ketakutan menghadapi anaknya kelak akan melukiskan wajah orang lain dan
suaminya akan mengetahui perselingkuhannya! Gee juga harus mencari jalan keluar
sendiri! Karena Danu benar-benar tak lagi memperdulikannya. Dia menghilang
begitu saja! Dan Gee tak memiliki keberanian untuk mendatangi rumah ataupun
tempat kerjanya. Bahkan Gee harus menghadapi sendiri rasa takutnya di meja
aborsi. Menyembunyikan rasa sakit dari keluarganya, berpura-pura tak terjadi
apa-apa dan bahkan diantara darah yang terus keluar, Gee tetap mengerjakan
perannya menjadi ibu rumah tangga!
Dan kini, sudah dua tahun
berlalu! Rasa sakit itu masih ada, luka itu belum kering benar dan masih ada
rasa takut menghadapinya! Gee menghela nafas lelah. Tak ada yang bisa dia
lakukan untuk menghindar lagi sekarang! Jika memang nasib akan mempertemukan
mereka maka Gee harus mulai bersiap dari sekarang!
***
Gee meraih hpnya dari atas
meja. Nomor tanpa nama tertulis di atas layar hpnya.
“Ya?”
“Kau disini?”
Deg! Danu! Jantung Gee
berdebar kencang mengenali suara di ujung telpon sana.
“Iya!”
“Kok nggak ngabari?”
“Buat apa?”
“Nggak pengen ketemu?”
“Nggak! Makasih!”
“Aku kangen!”
“Maaf! Semua sudah berakhir. Tolong jangan ganggu aku lagi!”
“Apa maksudmu?”
“Please..jika kau terus menghubungiku, suamiku yang akan
menghadapimu!”
“Gee, aku tunggu sore ini di tempat biasa.” kata Danu tanpa memperdulikan peringatan Gee.
“Bye Danu!”
Kota ini terlalu kecil
untuk menyembunyikan kedatangannya. Dia tahu itu! Meski dia telah menahan diri
untuk tidak keluar rumah, tetap saja berita kedatangannya sampai ke telinga Danu.
Itulah salah satu alasan dia takut pulang!
Gee terisak pelan.
Penolakan dan sikap tegas yang ditunjukkannya barusan menorehkan luka baru di
hatinya. Ya! Dia masih menginginkan Danu! Betapa bodohnya! Tapi dia harus bisa
menyingkirkan rasanya! Harus! Dia tak boleh mengulangi kesalahan yang sama
untuk kedua kalinya!
Gee menghapus air mata
yang meleleh di pipinya, sudah berulangkali hpnya kembali berdering dan dia
hanya menatapnya dengan tak berdaya. Sudah waktunya mengganti nomor telponnya!
“Selamat tinggal mas!” bisik Gee lirih.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar