Entahlah..
Kenapa bertanya?
Tidak! Aku tak mengerti!
Riani mendesah jengkel. Ingin segera menutup jendela chat dilayar Laptopnya.
Tapi dia tak bisa! Bagaimanapun saat ini adalah saat-saat yang selalu
ditunggunya akhir-akhir ini.
Ya!
Hanya rasa..
Ya! Kita hanya rasa! Hanya sebatas rasa..dan
biarkan waktu memudarkannya!
Bukan hanya aku..tapi kita!
Riani kembali
mendesah. Ada sedikit nyeri yang menyayat hatinya. Sakit! Ternyata memang lebih
sulit menipu hati..
Ahh! Kenapa begitu
sulit meyakinkan lelaki itu bahwa rasa mereka salah! Tak tahukah dia? Bahwa
dengan caranya memaksa Riani untuk menerimanya membuat hati Riani semakin tersayat!
Dengan kasar Riani menyeka matanya. Dia tak ingin menangis! Tidak boleh
menangis! Tidak pantas perempuan bersuami menangisi lelaki lain!
- Buzz!
Anto..sudah! Cukup! Seminggu ini kamu terus menanyakan hal yang
sama..tidak bisakah kita bersahabat?
- Tidak! Aku ingin memilikimu!
OMG!! Tidakkah kamu sadar? Semua ini hanya akan
berakhir dengan rasa sakit!
- Aku menyayangimu Riani! Aku tak akan
menyakitimu! Akan kubuat kau bahagia..
Bullshit! Bagaimana bisa kau bilang begitu?
- Riani sayang, kau harus percaya padaku!
Rasa kita kuat dan kita akan bahagia.
Tidak! Mana ada perselingkuhan membawa
bahagia?? Bagaimana kebahagiaan bisa kita dapatkan jika banyak orang yang akan
menangis karena kebodohan kita! Cukup! Sebaiknya memang kita tak lagi
berhubungan. Goodbye!
Dengan cepat Riani menekan tombol logout di
jendela chatnya.
“Oh My God!! Kuatkan aku!” bisik Riani lirih
sambil sibuk menghapus air mata yang tak lagi mampu dibendungnya. Pandangan
riani nanar menatap layar di depannya, sesekali tangannya mengusap air mata
yang tak mau berhenti menetes. Bahu riani berguncang, isak lirih terdengar
diantara rangkaian kata yang meluncur pelan dari mulutnya.
“Kenapa semesta mempertemukan kami jika
akhirnya hanya rasa sakit yang kami terima?
“Kenapa Kau tumbuhkan rasa di hati kami jika
Kau tahu keadaan kami tak memungkinkan untuk menyatukan rasa?
“Kenapa? Kenapa Tuhan??” air mata semakin deras
membasahi wajah Riani.
“Oh Tuhan.. tidakkah lelaki itu sadar? Bahwa
dia juga tak mungkin meninggalkan istrinya? Oh Tuhan…”
Bahunya tersengal menahan isak agar tak
terdengar anak-anaknya yang sedang bermain di luar kamarnya. Tak dapat
dipungkiri hatinya berdarah, dia mencintai lelaki itu. Rasa cinta yang
membuatnya hampir melupakan anak-anak dan suaminya. Rasa cinta yang datang di
saat yang tak tepat. Riani menarik nafas panjang. Mencoba sedikit meredakan
perih di hatinya.
Luka ini akan sembuh pada akhirnya. Dia tahu
itu! Meski meninggalkan bekas dan akan membuat hidupnya gagap untuk sesaat.
Ya sesaat! Karena waktu akan menghapus lukanya,
waktu juga akan membuat rasa ini memudar dan bersama waktu pula hidupnya akan
berjalan seperti sedia kala.
Benarkah?
***
By Bungailalang