Cinta duduk meringkuk di sudut kamarnya. Kedua
tangannya menutup erat kedua telinganya, bahunya terguncang karena isak yang
tak lagi mampu dia tahan. Tubuhnya gemetar ketakutan. Suara-suara teriakan dan
caci maki terus terdengar di luar kamar. Hanya menunggu waktu baginya menerima
giliran dimarahi dan mendapat caci maki yang sama. Meski ibu tahu semua ini
bukan salah Cinta. Meski seharusnya bukan caci maki yang pantas diterima Cinta.
Tapi peluk hangat seorang ibunda. Yang mampu menenangkan ketakutan Cinta, yang
mampu memberikan kekuatan pada Cinta untuk menghadapi hari-harinya ke depan.
Ya! Seharusnya itulah yang didapatkan Cinta dari ibunya! Bukan caci maki dan
kata-kata kotor!
Jantung Cinta berdegup kencang, terbayang kata-kata
yang akan dia dengar dari mulut ibunya. Kata-kata yang selalu ibu lontarkan
jika Cinta melaporkan perbuatan suaminya! Kata-kata yang sebenarnya belum
pantas didengar anak berumur 12 tahun seusia Cinta.
Cinta menarik nafas panjang, pertengkaran diluar
kamar antara ibu dan suaminya tak akan berhenti sampai waktu istirahat siang
ibu selesai dan ibu harus kembali lagi ke pasar, ke toko milik keluarga mereka.
Untung kedua adiknya tak ikut pulang bersama ibu mereka. Jika tidak, maka bisa
dipastikan mereka akan ikut menerima cacian ibu seperti biasanya.
Cinta mendesah lelah. Semua ini karena lelaki itu!
Yang merubah ibunya dari sosok lembut yang penuh kasih menjadi monster yang
menakukkan anak-anaknya. Yang membuat hari-harinya penuh dengan ketakutan, yang
membuat kebahagiaan di rumah ini hilang tak berbekas. Cinta mengusap air mata
yang tak berhenti menetes membasahi pipinya. Lelaki itu tak pantas menjadi
suami ibu. Lelaki itu hanya benalu di rumah mereka, mengambil semua
barang-barang di rumah untuk dipindahkan ke rumah istrinya yang pertama. Menghabiskan
uang yang didapat ibu dengan susah payah dan membuat hari-hari Cinta jadi penuh
ketakutan.
“Ayah…” bisik Cinta penuh isak. Andai ayah masih
ada..tentu kebahagiaan masih milik mereka. Dan Cinta tak perlu mengalami
kekejaman seperti yang diterimanya sesaat sebelum ibu pulang dari pasar. Cinta terisak
pelan. Sekuat tenaga menahan isak agar tak terlontar keluar. Ya! Andai ayah
masih hidup, tentu saat ini dia sedang bahagia bercanda dengan teman-teman
sebayanya. Mendapatkan kasih sayang dari ayah ibunya. Mendapatkan pelukan
hangat dari ibunya yang tak pernah merasakan lelahnya mencari uang.
Ahh.. Seharusnya ibu tak menambah beban
dipundaknya. Menjadi single parent dari tiga anak yang masih sekolah sudah
teramat berat. Dan sekarang beban ibu bertambah berat dengan menikahi lelaki
pengangguran itu. Lelaki yang mempunyai istri dan lima orang anak. Lelaki yang
menghidupi istri pertama dan kelima anaknya dari uang yang dicari ibu dengan
berjualan kelontong di pasar.
Cinta mendesah kesal. Tak mengerti pikiran orang
dewasa, tak mengerti apa tujuan ibu kembali menikah. Seharusnya ibu menikahi
lelaki yang bisa meringankan bebannya. Seharusnya ibu lebih memilih om Haryo.
Duda tanpa anak yang mempunyai toko beras dipasar. Yang mendekati ibunya dan
ingin menikahinya. Lelaki yang menyayangi anak-anak ibu. Menyayangi mereka seperti
anaknya sendiri. Tidak seperti lelaki yang jadi suami ibu sekarang!
Cinta tersentak oleh suara piring pecah yang
terdengar dari luar kamar. Terisak lelah membayangkan keadaan ruang makan yang
pasti berantakan oleh barang-barang yang dilempar ibunya. Dan sudah bisa
dipastikan Cintalah yang harus bertugas membersihkannya. Seperti yang
sudah-sudah.
Cinta menengok jam dinding di kamarnya.
“Sudah
waktunya ibu kembali ke pasar.” batin
Cinta ketakutan.
Badannya kembali menggigil ketakutan saat mendengar
suara pintu depan dibanting dan deru mobil ibunya menghilang.
Sebuah pikiran mengerikan terlintas di benaknya,
tanpa membuang waktu Cinta segera bangkit dan melesat kearah pintu kamarnya.
Bermaksud mengunci pintu kamar sebelum suami ibunya mendatangi Cinta untuk
membalas dendam karena laporan Cinta.
Tangan Cinta sudah meraih kunci kamar saat
tiba-tiba pintu didepannya terbuka. Tersentak pelan dan melangkah mundur
ketakutan mendapati sosok lelaki yang dinikahi ibunya tegak berdiri dengan mata
penuh kemarahan.
Jantung Cinta berdegup kencang. Tubuhnya menggigil
ketakutan saat melihat tangan lelaki itu mulai membuka kancing celananya. Cinta
tahu apa yang akan terjadi padanya. Cinta tahu siksaan itu akan segera dia
terima.
Dan Cinta terus memejamkan matanya erat-erat. Tak sanggup
melawan dan tak ada gunanya berteriak. Tak ada yang bisa menolongnya! Tak ada
yang akan mendengar teriakannya. Dan Cinta terus memejamkan matanya sambil tak
henti bergumam tanpa suara saat lelaki itu mulai melucuti baju yang dikenakan Cinta.
"Oh
Tuhan..tolong Cinta…”
***
By Rinzhara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar