Sedari tadi dia hanya berputar-putar tanpa tujuan. Menyusuri
jalanan ibu kota tanpa arah. Menjauhi rumah. Sibuk dengan relungnya. Sibuk dengan
gejolak rasa. Mengaburkan gundah pada kerlip lampu-lampu malam yang ceria.
Melarungkan sakit hati pada angin yang berhembus melalui kaca jendela mobilnya.
Menyiapkan rasa untuk menghadapi Bara.
Ya! Bara mungkin sudah tahu apa yang telah terjadi senja
tadi di beranda. Perempuan itu mungkin sudah menceritakan tentang perjanjian
yang dia tawarkan. Dan mungkin sekarang Bara sedang menunggunya di teras
seperti biasa. Dengan wajah tegang. Dengan mata merah menahan marah. Menunggu
penjelasannya yang panjang lebar tanpa kata. Mungkin Bara tak akan meledakkan
marahnya seperti biasa. Bara hanya akan diam. Mendiamkan Raesha lebih tepatnya. Berlalu dari
depannya dan mengunci diri dalam kamar. Menghindarinya hingga berhari-hari. Hingga
Bara bosan atau hingga waktu mengurai pertikaian. Seperti biasa!
Ahh.. mungkin juga tak seperti itu! Mungkin kali ini berbeda. Oh ya! Tentu saja kali ini berbeda. Bara mungkin akan
meledakkan amarahnya. Mungkin dia tak akan diam. Mungkin dia memilih berlalu
dari hidupnya. Pergi ke tempat Laras. Mengadukan penyesalannya atas sikap Raesha.
Mengadukan sakit hatinya. Dan memutuskan untuk meninggalkan Raesha selamanya.
Ya! Ya! Mungkin itu yang akan terjadi sekarang. Mungkin dia
justru akan kehilangan Bara selamanya!
Ahh.. Seharusnya dia tak gegabah mengambil keputusan.
Seharusnya dia memikirkan baik-baik langkah yang akan dia ambil. Mungkin seharusnya
dia tetap berpura-pura tak mengetahui tentang perselingkuhan mereka. Menutup mata
atas hubungan mereka yang telah melampaui batas. Menahan rasanya sementara.
Menunggu waktu yang memisahkan mereka.
Ya! Bukan tidak mungkin Bara suatu waktu akan bosan pada Laras.
Siapa tahu saat ini Bara hanya sedang tergoda pesona perempuan yang berbeda
jauh dengan istrinya. Ya! Bisa jadi itu yang terjadi jika saja dia mau sedikit
bersabar.
Bukankah selama ini banyak lelaki yang lebih memilih
istrinya ketimbang selingkuhan? Hanya sebagian kecil lelaki yang mengorbankan
keluarganya untuk kekasih gelap mereka. Dan dari sedikit lelaki itu hanya lelaki-lelaki bodoh-lah yang tak bisa mensyukuri apa yang telah mereka dapatkan! Bagi
kebanyakan lelaki, selingkuh hanya sebuah permainan. Hanya dijadikan sebagai
alat pemuas ego mereka. Atau hanya sebuah selingan di antara jenuhnya
rutinitas. Karena itulah mereka selalu menyembunyikan kekasih-kekasih gelap
mereka. Melakukan banyak kebohongan pada istri mereka karena takut rumah
tangganya berantakan. Menyembunyikan pengkhianatan karena mereka menganggap
para selingkuhan itu hanya sebuah permainan yang tak akan diijinkan merusak pernikahannya!
Seperti Bara yang menyembunyikan hubungannya dengan Laras di
depan Raesha! Ahh.. Apakah itu berarti Bara juga lebih memilihnya dibanding Laras?
Apa itu berarti Bara takut rumah tangganya berantakan jika Raesha mengetahui
tentang kekasihnya? Benarkah Bara lebih memilihnya? Benarkah dia menyembunyikan
Laras karena ingin mempertahankan kehangatan rumah tangganya bersama Raesha? Atau
hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskannya pada Raesha? Atau mungkin
Bara sendiri belum yakin dengan Laras?
Ya..ya..ya! Tak mungkin Bara lebih memilihnya dibanding Laras.
Tak mungkin Bara mempertahankan rumah tangga mereka. Tak ada kehangatan dalam
hubungan pernikahan mereka. Tak ada apapun yang dimiliki Raesha untuk
mempertahankan Bara. Tak ada! Hanya lelaki bodoh yang lebih memilih perempuan
angkuh yang tak bisa memberikan keturunan dibanding perempuan lembut yang bisa
melahirkan selusin anak!
Raesha menyentakkan kemudinya ke kanan. Mengambil jalur
bebas hambatan. Memacu mobilnya kencang setelah melewati pintu gerbang tol luar
kota. Melampiaskan semua kemarahannya pada laju kendaraan. Meleburkan sakit
hatinya pada angin yang bertiup kencang akibat laju kendaraan yang cepat.
Membekukan air matanya agar tak tumpah!
Sebenarnya ada satu hal yang mengganjal di hati Raesha saat
meninggalkan beranda rumah Laras. Sebuah tanya yang tak terucap. Yang sengaja
tak dia tanyakan tapi terus mengganggu pikirannya.
Kenapa Laras mengira semua ini sebuah rekayasa? Kenapa Laras
berpikir bahwa dia telah merencanakan semua ini bersama Bara? Bahwa Bara
mendekati Laras demi tujuan yang sama? Adakah kata-kata Raesha yang salah? Yang
membuat Laras berpikir bahwa semua ini telah dia rencanakan?
Raesha mengendurkan injakannya pada pedal gas. Benaknya
sibuk memutar ulang kejadian di beranda rumah Laras.
Senja tadi dia datang dan menyerahkan map merah berisi surat
perjanjian tanpa kata. Lebih banyak diam dari pada biasanya. Dia bahkan tak
berbasa basi menanyakan kabar anak-anak Laras. Dia bahkan tak membawa oleh-oleh
untuk mereka seperti kebiasaannya. Hatinya terlalu gundah hingga tak
terpikirkan. Dia terlalu sibuk memperhatikan ekspresi Laras saat membaca surat
itu hingga tak memperdulikan keberadaan anak-anak Laras. Dia terlalu terkejut
dengan tuduhan Laras senja tadi hingga tak perduli apapun juga!
“Sudah berapa lama kalian merencanakan hal menjijikkan ini? Sudah
berapa lama, Raesha?”
Awalnya dia benar-benar tak mengerti maksud pertanyaan Laras.
Jadi dia biarkan Laras menumpahkan rasa kesal dan kemarahannya. Dia hanya diam,
sambil menyerap satu demi satu kata-kata Laras.
“Tega sekali kalian memperlakukanku. Sehina itukah aku di
mata kalian? Kalian benar-benar tak punya hati! Bahkan pelacurpun lebih
berharga dari pada kelakuan kalian.”
Banyak kata-kata pedas dan menyakitkan yang dilontarkan Laras.
Yang membuat Raesha tak mengerti sama sekali. Bukankah seharusnya dia yang
mencaci Laras? Bukankah perempuan itu yang bertindak murahan dengan bercinta
dengan suami Raesha?
Raesha menggeram penuh amarah. Kata-kata itu lebih tepat
ditujukan pada Laras. Bukan Raesha! Bukankah perempuan itu yang telah
melacurkan diri pada suami Raesha? Jadi kenapa justru perempuan itu mengatai Raesha
lebih buruk dari pelacur? Justru laras-lah yang lebih buruk dari pelacur! Pelacur
toh masih menghargai tubuh mereka dengan nominal tertentu. Sedangkan Laras? Dia
melakukannya dengan suka rela. Tanpa bayaran! Mencurangi sahabatnya. Mengkhianati
kebaikan Raesha! Tidur dengan suami Raesha!
Geraman yang lebih keras kembali terdengar dari mulut Raesha.
Kemarahan begitu menguasainya. Kejadian seminggu lalu kembali terbayang. Apa yang
dilihatnya di serambi rumah Laras kembali tergambar jelas.
Malam itu dia berjalan kaki dari menyelesaikan urusan
kerjaan di suatu tempat yang jaraknya memang cukup dekat dengan rumah Laras. Terlalu
lelah untuk kembali ke kantornya mengambil kendaraan. Dan memutuskan untuk
singgah di rumah sahabatnya, menghubungi suaminya dan meminta jemput
secepatnya. Tubuhnya teramat penat hingga dia ingin segera pulang ke rumah. Berendam
air panas dan membenamkan tubuh di atas ranjang yang nyaman.
Sebelum malam itu, dia tak pernah berpikir apapun tentang Laras
dan suaminya. Dia tahu Bara sering berkunjung ke rumah Laras. Seperti dirinya, Bara
menyayangi anak-anak Laras. Sering mampir ke rumah Laras sekedar bercanda dan
bermain dengan dua anak Laras yang pintar-pintar. Sering mengajak kedua anak
itu untuk sekedar berjalan-jalan di taman. Dia dan Bara menumpahkan rasa rindu
akan hadirnya buah hati pada kedua anak manis Laras.
Jadi wajar jika malam itu dia tak berprasangka apa-apa saat
melihat mobil Bara di halaman rumah Laras. Dia bahkan bersyukur karena tak
perlu repot menelphon Bara. Tak perlu jenuh menunggu kedatangan Bara. Dia bisa
segera mengajak Bara pulang atau mampir dulu untuk makan malam di restoran
favorite mereka.
“Oh Tuhan.. Aku bahkan tersenyum ceria malam itu!”
Ya! Raesha memang tersenyum ceria malam itu. Melangkah cepat
sambil matanya menatap beranda depan dengan berbinar. Melihat sosok Bara yang
tegap sedang duduk membelakanginya. Melihat wajah Laras yang tersenyum letih di
kursi panjang samping kanan. Dia sudah cukup dekat malam itu saat tiba-tiba Bara
bangkit dari duduknya. Pindah ke samping Laras. Keningnya berkerut heran saat
melihat tangan Bara memegang bahu Laras. Begitu herannya hingga kakinya
berhenti melangkah. Berdiri diam berselimut kegelapan. Terus menatap dua orang
terdekat dalam hidupnya yang tengah mempertontonkan hal yang tak wajar. Melihat
dengan jantung berdegup kencang saat kedua tangan Bara mulai bergerilya meraba
tubuh Laras. Melihat dengan hati tersayat saat mereka berciuman mesra. Mereka..
Bara dan sahabatnya malam itu berhasil menghancurkan hidupnya saat melangkah masuk
terburu dengan masing-masing tangan sibuk membukai pakaian!
Raesha tersengal isak. Butiran bening itu akhirnya tumpah. Untuk
pertama kalinya sejak kejadian di beranda, air mata Raesha mengalir membasahi
wajah!
***