Bagian
5 : Air Mata Dalam Cinta
Dia
kembali duduk terdiam dibalik meja kerja suaminya. Satu inbox di akun
facebooknya kembali datang dari teman yang berbeda. Inbox senada dengan yang
dikirim oleh Nita. Inbox yang mengkhawatirkan kegilaannya kembali datang. Inbox
duka cita yang dibuat sambil menertawai kesedihannya!
Zhara
menarik nafas panjang, berusaha sekuat tenaga menahan kemarahan yang membuat
tubuhnya terus menggigil menuntut pelepasan. Zhara tak ingin gegabah. Dia harus
mencari jalan untuk menghentikan Bunga. Perempuan murahan itu tak berhak
mempermalukannya!
Zhara
masih berkutat dengan pikiran dan emosinya saat dikejutkan oleh dering telphon
di atas meja suaminya. Menyangka itu kakaknya yang masih rajin menanyakan
keadaannya. Zhara mengangkat gagang telphon dengan malas.
“Bisa
bicara dengan Zhara?” jantungnya berdetak mendengar suara pria di ujung sana. Sedikit
heran saat mendapati ada seseorang yang mencarinya. Dia tak pernah memiliki
satupun teman yang memiliki nomor telphon rumahnya. Apalagi seorang pria.
Satu-satunya teman bagi Zhara selama beberapa tahun terakhir hidupnya hanyalah
suami yang dicintainya!
“Ya?
Siapa ini?”
“Bara.
Masih ingat? Adik Dion.” gagang telphon itu hampir terlepas dari tangan Zhara.
“Ba..ra?”
tanyanya gagap. “Ada apa?”
“Ah
tidak. Maaf mengejutkanmu. Aku dapat nomor dari ibumu, kemarin aku bertemu
beliau dan menanyakan keadaanmu. Aku turut prihatin dengan apa yang menimpa
suamimu. Kau baik-baik saja kan?” Zhara terdiam sesaat.
Tak
mengerti kenapa semua orang jadi merasa berhak mengumumkan duka yang
menimpanya.
“Aku
baik-baik saja. Hanya sedikit kaget ibuku menceritakannya padamu.”
“Oh,
bukan ibumu yang mengabarkan padaku. Tapi Siska. Masih ingatkan?” Zhara ingat
siapa Siska. Tapi dia hanya diam mendengarkan Bara terus berbicara.
“Kemarin
Siska menghubungiku. Sahabatmu menemui Siska dan mengabarkan tentang suamimu.”
“Sahabat?”
sambar Zhara cepat.
“Ya!
Dia mengkhawatirkan kondisimu. Dan kami juga. Adakah yang bisa kami bantu
untukmu Zhara?”
“Tidak!
Aku baik-baik saja. Siapa namanya? Yang mengaku sahabatku?”
“Entah
aku lupa meski Siska sempat menyebutnya. Atau aku bisa menanyakannya pada Siska
jika kau membutuhkannya?”
“Bunga?”
tanya Zhara tanpa memperdulikan pertanyaan Bara.
“Ah
ya! Itu dia! Bunga!” getar kemarahan itu kembali menguasai Zhara.
“Aku
baik-baik saja Bara. Dan terima kasih karena memperhatikanku. Maaf, ada hal
yang harus kulakukan. Sampaikan salamku pada Siska. Bye!” dan diputusnya sambungan
telphon tanpa menunggu jawaban Bara.
Sesuatu
dalam diri Zhara menggelegak keluar. Dia membuka laci meja suaminya, meraih HP
yang tergeletak disana, menyalakannya dan mulai mencari nama seseorang diantara
deretan nama-nama yang tak dikenalnya.
Tak
ada nama Bunga!
Lelaki
selalu saja mengaburkan selingkuhannya. Agar bayangannya tak tampak, agar
baunya tak tercium pasangannya yang sah!
Zhara
mendengus kesal!
“Aku harus bisa mendapatkannya!”
Simak selengkapnya di “air mata diantara illalang” segera terbit!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar