CUPLIKAN
BAB 6
Awalnya
Meeta masuk ke klinik itu dengan hati berdebar-debar, sejujurnya dia takut
dokter yang memeriksanya bertanya dari mana dia mendapatkan luka-luka di
tubuhnya. Dia takut dokter itu
menghubungi polisi untuk menyelidiki kasusnya. Tidak sekarang! Sebelum dia bertemu
suami dan anak-anaknya.
Kepergiannya
ke klinik tersebut hanya untuk berjaga-jaga, menyiapkan bukti
sebanyak-banyaknya jika keadaan memaksa. Masih banyak yang harus dia lakukan
sebelum melaporkan kejadian yang menimpanya ke kepolisian. Terutama karena dia
sama sekali tak bisa mengingat apapun juga!
Entah
apa yang terjadi dengan ingatannya. Semuanya tampak kabur dan tak meyakinkan.
Hanya luka-luka di tubuhnyalah yang membuktikan bahwa dia memang benar telah
mengalami siksaan seksual.
“Semua
hasil pemeriksaan memang mengarah pada tindak kekerasan.” Kata dokter itu
setelah Meeta selesai berpakaian dan duduk dihadapannya.
“Sayangnya
disisi bagian luar saya sudah tidak menemukan sisa sperma, itu mungkin karena
kejadiannya sudah semalam, dan ibu sudah membersihkannya. Tapi jika ibu pergi
ke rumah sakit dan melakukan peeriksaan di bagian ginekologi, maka bisa dilakukan pengambilan sample dibagian dalam
vagina dan akan diperiksa di bagian laboratorium forensik. Jika ibu sekarang
langsung kesana, mungkin masih ada sisa sperma yang tercecer didalam.”
Meeta
hanya diam mendengarkan uraian dokter didepannya. Dia tak ingin dokter itu tahu
bahwa tak ada keinginan Meeta untuk pergi ke rumah sakit. Dia hanya membutuhkan
surat visum itu untuk jaga-jaga.
“Sebenarnya
dari luka yang ada sudah bisa dijadikan bukti bahwa memang ada kekerasan akibat
benda tumpul di area vagina ibu, tapi itu tidak cukup untuk membuktikan bahwa
telah terjadi perkosaan. Meskipun kerusakan parah terjadi diarea itu. Ibu harus
ke rumah sakit sekarang juga. Saya akan memberikan surat pengantar untuk ibu.”
“Tapi
dokter bisa memberikan surat visumnya kan?”
“Lebih
tepatnya surat keterangan bu. Karena dokter hanya berhak mengeluarkan surat
visum jika ibu datang dengan didampingi oleh polisi. Tapi untuk mengajukan
pengaduan awal ke kepolisian, membawa surat keterangan dari saya ini sudah
cukup. Nanti polisi akan memberikan surat permintaan melakukan visum atau biasa
disebut VeR. Dan barulah ibu melakukan pemeriksaan ulang dengan didampingi
polisi.”
“Baik
dok!”
“Ini
saya berikan obat-obatan untuk luka-luka ibu, ada antibiotik dan penahan rasa
sakit. Itu agar rasa sakitnya tidak terlalu menyiksa. Saya juga akan memberikan
surat pengantar ke bagian orthopedhi.
Sepertinya kaki kanan ibu mengalami pergeseran sendi di bagian lutut. Dan itu
harus segera dilakukan tindakan sebelum menjadi makin parah. Untuk sementara
lutut ibu akan saya bebat agar ibu masih bisa berjalan, dan pergeserannya tidak
semakin parah. Tapi tetap ibu harus ke bagian orthopedi ya bu!”
“Iya
dok! Makasih.”
Meeta
berjalan keluar klinik dengan sedikit pincang, tadinya sakit di lututnya bisa
dia abaikan. Tapi tindakan dokter membebat kencang lututnya membuat nyeri di
lututnya makin parah. Hingga dia harus terpincang-pincang menahan sakit saat
berjalan.
Ingin
rasanya pulang dulu untuk membaringkan tubuhnya, tapi masih ada yang harus
Meeta lakukan. Dan Meeta tidak ingin menundanya. Dia harus mengubah warna mobil
itu dan mengganti plat nomor secepatnya. Tidak tenang rasanya menggunakan mobil
itu dalam pelariannya. Tentu saat ini lelaki itu sedang mencari mobilnya dan
dia harus mengubah warna mobil dan plat nomornya agar tak memudahkan lelaki itu
menemukannya.
***
Bab 1 - 5 = 10.310
Bab 6 = 2.333 === Total bab 1 - 6 = 12.643
Tidak ada komentar:
Posting Komentar