Air Mata Diantara Ilalang ~ bagian 1


Bagian 1 :
Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku!


Mesin mobil sudah mati beberapa menit yang lalu, tapi Zhara masih duduk diam dibelakang kemudi. Sibuk menenangkan debar jantungnya, berusaha untuk bisa mengontrol emosinya yang hampir meledakkan amarah dan mengatur nafas agar bisa menguasai diri dengan baik. Dari tempatnya memarkir mobil, dia bisa melihat perempuan itu sedang duduk sendirian di pinggir taman dengan posisi membelakanginya. Zhara mengamati perempuan itu diam-diam dengan berbagai rasa memenuhi dadanya.
Zhara amat sangat tahu apa yang sedang dipikirkan perempuan itu dalam kesendiriannya! Perempuan itu pasti sedang sibuk membayangkan pertemuan dengan kekasihnya! Menunggu dengan perasaan tak sabar dan mengharapkan pertemuan indah yang penuh kemesraan dan perasaan rindu karena telah lama tak berjumpa.
Zhara tersenyum sinis. Hah? Lama tak berjumpa? Benarkah? Bukankah mereka selalu mencuri-curi waktu di belakangnya untuk bertemu dan melepaskan kerinduan mereka? Bukankah mereka setiap hari saling mencurahkan kata-kata cinta melalui email dan jendela chat di Facebook? Email dan history percakapan yang telah dibaca Zhara tanpa sengaja! Email dan percakapan penuh kata cinta dan kemesraan yang menyakiti Zhara!

Ada desiran perih di dada Zhara saat mengingat kejadian itu dua minggu lalu. Dia benar-benar tak pernah menyangka bahwa suaminya ternyata memiliki perempuan lain dibelakangnya. Dia tak pernah mengira bahwa kata-kata cinta suaminya ternyata tak hanya diucapkan didepan Zhara! Dia sungguh tak menyangka telah dibohongi habis-habisan oleh lelaki yang berstatus resmi menjadi suaminya!!
Siang itu Zhara masuk ke ruang pribadi suaminya untuk membersihkan dan merapikan ruangan itu. Biasanya memang dia melakukannya di hari minggu, seperti yang diminta suaminya. Dengan alasan agar Zhara tak salah menempatkan benda-benda kesayangannya di tempat semula. Zhara mendesah lelah. Kenapa dia tidak peka? Bukankah itu pertanda ketakutan suaminya akan rahasia yang dia sembunyikan dari Zhara? Dia benar-benar bodoh tak bisa melihat berbagai keanehan yang tampak selama ini.
Karena hari minggu sebelumnya mereka begitu sibuk dengan tiga undangan pernikahan kolega suaminya. Maka atas seijin suaminya, siang ini untuk pertama kalinya Zhara memasuki ruangan itu tanpa suaminya. Dan saat itulah sebuah kejutan yang menyakitkan melukai hati Zhara. Laptop di atas meja itu masih menyala saat ditinggalkan suaminya dengan posisi email yang terbuka. Zhara membaca email itu dengan hati penuh luka. Email dari seorang perempuan dengan kata-kata penuh cinta dan kemesraan!
Rasa marah, benci dan perasaan kesal telah dibohongi mentah-mentah menguasai pikiran Zhara. Ingin rasanya dia mencaci maki perempuan murahan itu, mengumpatinya dengan kata-kata pedas dan mencakar wajahnya yang tak tahu malu itu bila perlu. Zhara benar-benar tergoda untuk menemui perempuan itu, melihat seperti apa rupa perempuan yang telah mengambil hati suaminya dan menanyakan apa saja yang telah mereka lakukan di belakangnya!
Hati Zhara mendidih menahan amarah. Tangannya sudah memegang gagang telpon diatas meja, bermaksud menelpon suaminya. Memberondongnya dengan berbagai pertanyaan, menghakiminya karena telah mencuranginya dan memintanya menceraikannya! Zhara benar-benar merasa terluka telah diduakan dengan seorang perempuan murahan! Perempuan yang hanya sanggup menggangu suami orang! Perempuan yang tak bisa mencari lelaki tanpa pasangan! Perempuan putus asa!!
Tanpa sadar tubuh Zhara menggigil menahan amarah yang sedari tadi dia coba redam. Butuh waktu berjam-jam bagi Zhara untuk meredam amarahnya waktu itu, menenangkan dirinya dan membuat keputusan untuk menyelidikinya diam-diam. Dia harus bisa menemui perempuan itu! Melihat dengan mata kepala sendiri wajah perempuan yang berhasil merebut hati suaminya! Mencari cara untuk mengetahui apa yang membuat suaminya berpaling darinya!
Zhara menarik nafas panjang. Kembali mengingat masa-masa pernikahan mereka. Mengingat detil sikap suaminya dan tak menemukan satupun keanehan disana!
Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Tak pernah ada pertengkaran yang bisa menjauhkan mereka. Tak ada satu keluhanpun yang diucapkan suaminya atas pelayanan dan sikap Zhara. Dia tak pernah mengerti kenapa suaminya membutuhkan perempuan lain dalam hidupnya. Apa kekurangan Zhara hingga suaminya mencarinya dalam diri perempuan lain? Seperti apa perempuan yang menjadi pelarian suaminya? Apakah dia lebih cantik dari Zhara? Lebih menggairahkan? Lebih pengertian dan lebih perhatian dari pada Zhara?
Berbagai pertanyaan itu yang membuatnya diam-diam terus membaca email-email perempuan itu di hari selanjutnya. Mengikuti perkembangan huBungan mereka, menahan perasaan saat membaca kata-kata cinta dan obrolan penuh kemesraan, menghapus air matanya saat mengetahui bahwa telah terjadi pertemuan dan menenangkan dirinya agar bersabar menunggu saat yang tepat untuk memergoki mereka!
Perlahan Zhara keluar dari mobilnya, melangkah pelan ke arah perempuan yang sedang menunggu dengan gelisah di pinggir taman. Mengatur nafas dan menenangkan dirinya. Zhara harus bisa menguasai diri. Tampak anggun dan elegant! Perempuan itu harus tahu bahwa Zhara lebih baik darinya! Bahwa dialah perempuan yang berhak atas hati suaminya! Dan perempuan itu tak bisa seenaknya menggangu rumah tangga orang!
“Selamat sore.” sapa Zhara pelan saat sudah berada disamping perempaun itu. Kepala perempuan itu menoleh cepat ke arah Zhara, mengembangkan senyumnya dengan mata penuh pertanyaan.
Perlahan Zhara melangkah menuju bangku di depan perempuan itu. Duduk dengan senyum tersungging di bibirnya dan mengamati perempuan itu dengan tatapan tajam menyelidik. Menilainya diam-diam. Cantik! Itulah kesan pertama yang Zhara lihat.
“Sore..” merdu suara perempuan itu! Serasi dengan wajah dan penampilannya.
“Bunga?” tanya Zhara sambil mengulurkan tangannya. “Kenalkan aku Zhara..istri sah Jo!”
Sekilas tampak keterkejutan di mata perempuan itu saat mengulurkan tangan menyambut salam Zhara.
“Kaget?” wajah perempuan didepannya berubah tegang. Aura kemarahan menguar dari dalam hatinya. Zhara tersenyum penuh kemenangan.
“Tak usah pura-pura terkejut. Bukankah kamu tahu bahwa Jo telah memilikiku?” perempuan di depannya masih terdiam. Rasa marah masih menguasainya. Zhara memutuskan untuk terus berbicara.
“Tadinya aku datang untuk mengetahui seberapa hebat dirimu hingga mampu merebut hati suamiku.” Zhara menarik nafas cepat dan tersenyum bangga. “Tapi kini aku bisa tenang. Bahwa perempuan yang awalnya kusangka lebih hebat ternyata hanyalah seorang perempuan galau yang tak berhasil mencari lelaki lajang!”
“Aku memang lebih hebat. Bisa merebut hati suamimu!” sinis senyum perempuan itu. Zhara tertawa pelan.
“Kasihan.. Kau benar-benar telah dibohonginya!”
“Kau yang pantas dikasihani! Perempuan tak sempurna! Perempuan yang tak berharga! Kau yang pantas dikasihani karena tak bisa memuaskan suamimu! Hingga suamimu harus mencari perempaun lain untuk memuaskannya!” Zhara tersenyum tenang menghadapi amarah perempuan itu. Berusaha berbicara dengan nada pelan dan tak terpancing kata-kata penghinaan perempuan di depannya.
“Kau hanya ibarat warung pinggir jalan baginya. Tempatnya pergi membeli makanan saat aku jenuh memasakkannya di rumah. Tapi dia akan selalu pulang, mengharapkan masakan buatan istri yang dicintainya.”
“Hahaha..dia akan menikahiku!” sebuah sayatan menggores kembali luka di hati Zhara.
“Ck..ck..kasihan! Sebaiknya buang harapan dan angan-anganmu! Selamanya dia tak akan menikahimu!”
“Kita lihat! Dia akan keluar dari rumahmu! Meninggalkanmu dan menikahiku!”
Zhara tersenyum sambil menatap perempuan didepannya dengan pandangan tajam dan menusuk. Berdiri dan melangkah meninggalkan perempuan itu. Meninggalkan perempuan itu begitu saja dalam kebingungannya. Perempuan yang masih sibuk memikirkan arti kata-kata yang ditinggalkan Zhara.
“Dia sudah pergi meninggalkanku seminggu lalu! Tapi bukan untuk menikahimu. Dia pergi dengan membawa cinta suci kami. Dia pergi dengan menggenggam cintaku! Dengan kata-kata cinta yang dia tinggalkan untukku!! Dan kau! Bahkan tak sempat melintas diingatannya saat dia menghembuskan nafas terakhirnya!!”
Zhara melangkah pelan menuju mobilnya. Air mata tak berhenti meleleh di pipinya. Air mata yang seminggu ini selalu dia tahan. Air mata untuk kepergian suaminya menghadap Yang Kuasa. Dan air mata untuk pengkhianatan suaminya!
Zhara melangkah dengan bahu tersengal penuh sedu sedan. Rasa sakit dihatinya kini meneteskan darah. Darah pengkhianatan! Darah yang keluar bersama duka kematian suaminya!
Dan Zhara terus melangkah tanpa menghiraukan tanya yang diteriakkan perempuan di belakangnya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar