Dibalik Tuduhan Yang Tak Beralasan












“Hah? Menuduh lagi? Tidakkah pikiran-pikiran buruk itu melelahkanmu? Tidakkah energimu habis hanya untuk prasangka-prasangka yang terus memenuhi otakmu? Tidak adakah sedikit saja sinar yang bisa menerangi otakmu agar tak selalu dalam kegelapan?”

“Kemarahanmu mendengar tuduhan justru membenarkan prasangkaku!”

“Oh ya? Kenapa tak kau sematkan dalam otakmu bahwa kemarahanku karena sudah terlalu bosan mendengar kau menuduh tanpa henti?”

“Tuduhanku berdasar! Dan kau tak perlu ketakutan jika memang tak melakukannya.”

“Berdasar?” Teriakan Darmi mengguncang seisi rumah. “Bagaimana kau bisa mengatakan berdasar jika semua tuduhanmu tak terbukti kebenarannya. Kau bahkan tak bisa menunjukkan satupun bukti bahwa aku memiliki pria lain dibelakangmu.”

“Intropeksi aja kelakuanmu sendiri. Dan kau akan tahu dimana letak kesalahanmu. Buat apa aku repot-repot cari bukti buatmu. Kau pikir aku tak ada kerjaan lain yang lebih penting?”

Kemarahan yang bergejolak membuat tubuh Darmi bergetar hebat. Matanya merah menatap Sasongko suaminya yang melangkah keluar rumah dengan begitu ringannya. Seolah tak memperdulikan kemarahan Darmi yang siap meledak. Seolah tak perduli akibat dari tuduhan-tuduhannya yang terlalu menyakitkan. Dan seolah pertengkaran yang barusan terjadi hanya sebuah selingan iklan diantara jeda tayangan sinetron di layar kaca.

Darmi hanya mampu terpuruk dengan dada sesak. Berusaha mengalihkan sakit hatinya dengan membereskan barang=barang yang berantakan. Tak mengerti dengan sikap Sasongko akhir-akhir ini yang begitu mudah menyematkan banyak tuduhan padanya. Tak mengerti dari mana prasangka itu bisa hadir di benak suaminya.

Tak akan menjadi masalah bagi Darmi jika tuduhan itu memang terbukti adanya. Atau jika tuduhan itu hanya dilontarkan sekali padanya. Tapi kelakuan Sasongko sudah benar-benar membuatnya geram. Tak ada satupun tuduhannya yang terbukti benar.  Tak ada satupun prasangkanya yang masuk akal. Dan hampir setiap hari tuduhan terlontar tanpa memberi kesempatan baginya untuk menuntaskan kegeraman.

Tuduhan Sasongko benar-benar tak masuk akal! Bagaimana dia bisa mempunyai pria lain jika hari-harinya begitu sibuk dengan pekerjaan rumah dan anak-anak. Bagaimana Sasongko begitu tega menuduhnya berselingkuh, sedangkan tak ada waktu baginya untuk bergaul. Apa yang salah dengan dirinya akhir-akhir ini? Ataukah dia terlalu dingin melayani suaminya hingga prasangka itu hadir direlung suaminya? Atau ada yang berbeda dari sikapnya?

Darmi masih sibuk dengan pikirannya meski tubuhnya terus bergerak membereskan barang-barang yang berantakan karena pertengkaran mereka. Meraih setiap barang suaminya yang berantakan dari atas meja kerja. Meletakkan kembali ke tempat semula dan tertegun gamang saat melihat secarik kertas yang tampak seperti sobekan nota dibawah diktat mengajar suaminya.

Hanya sesaat Darmi berada dalam kegamangan. Sebelum secepat kilat mengobrak-abrik kembali semua barang suaminya. Membuka setiap diktat mengajar yang ada didekatnya, merogoh semua saku tas kerja suaminya dan berlari cepat kearah kamar saat tak mendapati apapun diantaranya.

Menyambar celana Sasongko yang tergantung dibalik pintu, merogoh setiap saku yang ada dan mengeluarkan dompet suaminya untuk digeledah. Darmi begitu kesetanan menginginkan sesuatu yang dapat membuktikan apa yang terbersit dalam kepalanya. Begitu sibuk memporakporandakan barang-barang suaminya. Hingga tak memperdulikan Karjo anak angkatnya yang terus menatapnya dari balik pintu kamar!

***

“Oh! Jadi ini jawaban atas semua tuduhanmu yang tak beralasan?” Teriak Darmi sambil melempar lembaran-lembaran kertas kemuka suaminya.

Sasongko terkejut sesaat. Aura kemarahan menguar keluar. Sebelum kemudian berubah dengan kegugupan yang tampak nyata.

Darimana Darmi mendapatkan semua nota hotel tempatnya menghabiskan waktu diantara jam mengajarnya? Bagaimana dia bisa begitu teledor tak membuang semua bukti tentang kelakuannya? Apa lagi yang diketahui Darmi tentangnya?

Putaran pikiran itu mulai membuat Sasongko cemas. Hingga diam menjadi pilihannya untuk menghindar.

“Kenapa diam? Atau kau tak lagi bisa mengelak? Tega sekali kau menutupi aibmu sendiri dengan menimpakan salah padaku! Jahat sekali hatimu! Kau tutupi perbuatanmu dengan menimpakannya padaku!”

Sasongko masih terdiam. Tak mampu berkata. Tak mampu berkelit atas bukti yang terpampang di depannya.

Dan Darmi terus mencercanya dengan kata-kata, menghujaninya dengan berbagai tanya yang tak sanggup dijawabnya. Hingga isak Darmi terdengar. Isak yang menghentikan teriakannya. Isak yang membuat dada Sasongko sesak! Oleh kenyataan bahwa apa yang dilakukannya tak hanya menorehkan luka dihati Darmi, istrinya! Tapi juga akan membuat Darmi tahu siapa sebenarnya sosok lelaki yang dinikahinya!

Sasongko hanya mampu mendesah saat mendengar isak Darmi yang terdengar semakin mengenaskan. Tak mampu berkata atau sekedar menjawab siapa sosok lain yang membuatnya berkhianat.

Ya! Dia tak mungkin mengatakan kejujuran di depan Darmi istrinya tentang siapa sosok yang menemani waktunya di kamar hotel langganan. Tak mungkin bagi Sasongko mengakuinya. Karena Darmi tak kan sanggup menanggungnya. Bahkan mungkin Darmi tak akan percaya bahwa Karjolah yang membuatnya berkhianat.

Karjo! Anak angkat mereka yang kini beranjak dewasa. Yang begitu tampan dan memikat. Yang membuatnya tak mampu lagi menahan perasaan cintanya.

Dan hanya desah yang kembali terdengar dari mulut Sasongko saat melihat Karjo menatapnya penuh cinta diambang pintu kamar.

***

By Rinzhara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar