Skenario Cinta - bagian 6

 Cerita Sebelumnya..



Bab 2
  


“Gagah perkasa. Berapa tunggakan uang sekolahnya?”

“Lho? Mamanya Gagah kemana bu?”

“Sedang sibuk menyelesaikan order jahitan. Dan dia meminta tolong saya untuk datang ke sekolah. Saya Rasha, tante Gagah.”

Perempuan setengah baya itu mengangguk dan tersenyum tak acuh sambil terus sibuk membuka-buka buku besar di depannya. Mencari nama Gagah dan menghitung total tunggakan yang akan segera dilepaskannya dari beban di bahu Laras.

“Wah rupanya mama Gagah telah mendapatkan rejeki hingga melunasi seluruh tunggakan.” Kata perempuan petugas administrasi tersebut sambil menyerahkan secarik nota dengan total nominal yang telah dibayar Rasha.

“Padahal baru kemarin beliau datang dan menandatangani surat kesanggupan membayar dengan mengangsur selama 5 bulan.”

Rasha hanya tersenyum menanggapi kata-kata perempuan itu, mengucapkan sapa perpisahan dan melangkah menjauh meninggalkan halaman sekolah. Sambil berharap namanya sempat tercatat di kepala perempuan itu hingga mampu mengulanginya saat Laras datang dan menanyakan siapa yang menjadi dewa penolongnya.

Laras harus tahu bahwa dialah yang telah mengangkat beban yang menghimpitnya, dan jika dugaan Elang terbukti benar, maka langkah untuk mendapatkan keturunan yang sangat diinginkannya akan semakin mendekati kenyataan.

Rasha menghidupkan mesin mobilnya, menginjak pedal gas pelan dan mulai melaju diantara keramaian jalan raya depan sekolah yang selalu padat oleh para penjemput anak sekolah.

Dan sebentar lagi dia akan menjadi bagian dari mereka! Pikir Rasha sambil memperhatikan beberapa orang tua yang sedang menunggu di sepanjang jalan depan sekolah. Menunggu dengan penuh kesabaran anak-anak mereka berlari keluar dari gerbang, dibawah teriknya mentari siang dan diantara debu jalanan yang beterbangan mengotori muka mereka.

Menjadi seperti mereka adalah salah satu impiannya. Memiliki bayi-bayi lucu yang akan mewarnai hari-harinya, menyibukkan diri dengan dunia kanak-kanak mereka dan mengikuti perkembangan mereka hingga dewasa.

Ya! Sebentar lagi diapun akan menjadi seperti mereka! Menjadi seorang perempuan yang tak lagi terlalu memperhatikan penampilan karena setiap jamnya selalu disibukkan dengan tangis dan teriakan bayinya.

Rasha tersenyum senang saat terbayang betapa parfum-parfum favoritnya akan tergeletak tak terpakai karena dia akan memilih aroma bedak bayi yang terus melekatinya.

Oh my God! Betapa tak sabar dirinya menunggu saat-saat menggendong bayi miliknya. Ya! Miliknya! Meski bayi itu tak terlahir dari rahimnya, meski dia harus rela berbagi suami dengan Laras dan meski dia harus menekan dalam-dalam rasa cemburunya saat membayangkan Elang bergumul dengan perempuan lain di ranjang mereka.

“Sudah kau pikirkan kemungkinan terburuk yang terjadi di kemudian hari?”

Tak dapat dipungkiri. Pertanyaan Bella sahabat karibnya saat dia menceritakan rencananya mencarikan madu buat Elang selalu menghantuinya. Dan jujur! Pada awalnya pertanyaan itu juga sempat meragukannya. Tapi keinginan memiliki bayi untuk mewarnai hari-harinya, kerinduannya untuk menikmati menjadi seorang perempuan seutuhnya mampu menepis keraguan yang datang.

“Surat perjanjian yang akan mengikat kami.”

Jawaban yang diberikannya pada Bellalah yang selalu mampu menepis keraguan yang sering mengganggu rencananya.

“Selalu ada celah dalam perjanjian, Rasha! Dan siapkah kamu jika itu akhirnya merugikanmu?”

“Tak akan kuberi celah! Seandainyapun aku harus merugi, yang pasti kerugianku tak akan sebanding dengan bayi yang akan kumiliki.”

“Kenapa tak mengadopsi? Akan lebih mudah bagi kalian. Tak perlu sakit hati dan tak perlu kau merugi nanti.”

“Aku ingin ada darah salah satu diantara kami yang mengalir dalam tubuh bayi kami. Rasanya akan berbeda, Bella! Seperti memiliki bayi yang terlahir dari rahimku sendiri.”

“Bagi Elang! Akan sama saja bagimu jika mengadopsi.”

“Setidaknya bayi itu akan mewarisi garis Elang.”

“Bagaimana jika perempuan itu menolak melepas bayinya bagimu setelah setahun?”

“Itulah gunanya surat perjanjian, Bella!”

“Bayi itu akan mencari ibunya saat dewasa.”

“Semua bayi akan mencari ibunya. Bahkan bayi adopsi. Jadi apa bedanya?”

“Setidaknya ada bayi adopsi yang tak tahu siapa orang tuanya. Dan kau bisa memilih diantara ratusan bayi disana.”

“Aku menginginkan bayi yang sempurna. Dengan garis Elang dan darah perempuan yang jelas!”

“Dengan kata lain, tekadmu tak tergoyahkan?”

Rasha ingat dirinya tersenyum saat itu mendengar nada putus asa dalam suara Bella.

“Ingat kata-kataku saat kau mencariku untuk meminjam bahu suatu saat nanti jika air matamu tertumpah!”

“Harapanmu kejam terdengar Bella.”

Dan mereka tertawa berdua. Menertawai kata-kata Bella yang dia tahu hanya gurauan. Menertawai keputusannya untuk mengacuhkan saran Bella. Menertawai ketakmampuannya memiliki seorang anak. Dan menertawai persahabatan mereka yang selalu riuh dengan kata pedas.

***


“Kenapa dia belum juga menghubungiku, sayang?” Tanya Rasha di meja makan.

Pagi itu genap sepekan waktu berlalu dari janji Laras untuk menghubungi dan memberi jawab. Elang menatap istri tercintanya sejenak. Dan kembali asik dengan sarapan di depannya.

by Rinzhara
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar