Bab
2
“Gagah
perkasa. Berapa tunggakan uang sekolahnya?”
“Lho?
Mamanya Gagah kemana bu?”
“Sedang
sibuk menyelesaikan order jahitan. Dan dia meminta tolong saya untuk datang ke
sekolah. Saya Rasha, tante Gagah.”
Perempuan
setengah baya itu mengangguk dan tersenyum tak acuh sambil terus sibuk membuka-buka
buku besar di depannya. Mencari nama Gagah dan menghitung total tunggakan yang
akan segera dilepaskannya dari beban di bahu Laras.
“Wah
rupanya mama Gagah telah mendapatkan rejeki hingga melunasi seluruh tunggakan.”
Kata perempuan petugas administrasi tersebut sambil menyerahkan secarik nota
dengan total nominal yang telah dibayar Rasha.
“Padahal
baru kemarin beliau datang dan menandatangani surat kesanggupan membayar dengan
mengangsur selama 5 bulan.”
Rasha
hanya tersenyum menanggapi kata-kata perempuan itu, mengucapkan sapa perpisahan
dan melangkah menjauh meninggalkan halaman sekolah. Sambil berharap namanya
sempat tercatat di kepala perempuan itu hingga mampu mengulanginya saat Laras
datang dan menanyakan siapa yang menjadi dewa penolongnya.
Laras
harus tahu bahwa dialah yang telah mengangkat beban yang menghimpitnya, dan
jika dugaan Elang terbukti benar, maka langkah untuk mendapatkan keturunan yang
sangat diinginkannya akan semakin mendekati kenyataan.
Rasha
menghidupkan mesin mobilnya, menginjak pedal gas pelan dan mulai melaju
diantara keramaian jalan raya depan sekolah yang selalu padat oleh para
penjemput anak sekolah.
Dan
sebentar lagi dia akan menjadi bagian dari mereka! Pikir Rasha sambil
memperhatikan beberapa orang tua yang sedang menunggu di sepanjang jalan depan
sekolah. Menunggu dengan penuh kesabaran anak-anak mereka berlari keluar dari
gerbang, dibawah teriknya mentari siang dan diantara debu jalanan yang
beterbangan mengotori muka mereka.
Menjadi
seperti mereka adalah salah satu impiannya. Memiliki bayi-bayi lucu yang akan
mewarnai hari-harinya, menyibukkan diri dengan dunia kanak-kanak mereka dan
mengikuti perkembangan mereka hingga dewasa.
Ya!
Sebentar lagi diapun akan menjadi seperti mereka! Menjadi seorang perempuan
yang tak lagi terlalu memperhatikan penampilan karena setiap jamnya selalu
disibukkan dengan tangis dan teriakan bayinya.
Rasha
tersenyum senang saat terbayang betapa parfum-parfum favoritnya akan tergeletak
tak terpakai karena dia akan memilih aroma bedak bayi yang terus melekatinya.
Oh
my God! Betapa tak sabar dirinya menunggu saat-saat menggendong bayi miliknya.
Ya! Miliknya! Meski bayi itu tak terlahir dari rahimnya, meski dia harus rela
berbagi suami dengan Laras dan meski dia harus menekan dalam-dalam rasa cemburunya
saat membayangkan Elang bergumul dengan perempuan lain di ranjang mereka.
“Sudah
kau pikirkan kemungkinan terburuk yang terjadi di kemudian hari?”
Tak
dapat dipungkiri. Pertanyaan Bella sahabat karibnya saat dia menceritakan
rencananya mencarikan madu buat Elang selalu menghantuinya. Dan jujur! Pada
awalnya pertanyaan itu juga sempat meragukannya. Tapi keinginan memiliki bayi
untuk mewarnai hari-harinya, kerinduannya untuk menikmati menjadi seorang
perempuan seutuhnya mampu menepis keraguan yang datang.
“Surat
perjanjian yang akan mengikat kami.”
Jawaban
yang diberikannya pada Bellalah yang selalu mampu menepis keraguan yang sering
mengganggu rencananya.
“Selalu
ada celah dalam perjanjian, Rasha! Dan siapkah kamu jika itu akhirnya
merugikanmu?”
“Tak
akan kuberi celah! Seandainyapun aku harus merugi, yang pasti kerugianku tak
akan sebanding dengan bayi yang akan kumiliki.”
“Kenapa
tak mengadopsi? Akan lebih mudah bagi kalian. Tak perlu sakit hati dan tak
perlu kau merugi nanti.”
“Aku
ingin ada darah salah satu diantara kami yang mengalir dalam tubuh bayi kami. Rasanya
akan berbeda, Bella! Seperti memiliki bayi yang terlahir dari rahimku sendiri.”
“Bagi
Elang! Akan sama saja bagimu jika mengadopsi.”
“Setidaknya
bayi itu akan mewarisi garis Elang.”
“Bagaimana
jika perempuan itu menolak melepas bayinya bagimu setelah setahun?”
“Itulah
gunanya surat perjanjian, Bella!”
“Bayi
itu akan mencari ibunya saat dewasa.”
“Semua
bayi akan mencari ibunya. Bahkan bayi adopsi. Jadi apa bedanya?”
“Setidaknya
ada bayi adopsi yang tak tahu siapa orang tuanya. Dan kau bisa memilih diantara
ratusan bayi disana.”
“Aku
menginginkan bayi yang sempurna. Dengan garis Elang dan darah perempuan yang
jelas!”
“Dengan
kata lain, tekadmu tak tergoyahkan?”
Rasha
ingat dirinya tersenyum saat itu mendengar nada putus asa dalam suara Bella.
“Ingat
kata-kataku saat kau mencariku untuk meminjam bahu suatu saat nanti jika air
matamu tertumpah!”
“Harapanmu
kejam terdengar Bella.”
Dan
mereka tertawa berdua. Menertawai kata-kata Bella yang dia tahu hanya gurauan.
Menertawai keputusannya untuk mengacuhkan saran Bella. Menertawai
ketakmampuannya memiliki seorang anak. Dan menertawai persahabatan mereka yang
selalu riuh dengan kata pedas.
***
“Kenapa
dia belum juga menghubungiku, sayang?” Tanya Rasha di meja makan.
Pagi
itu genap sepekan waktu berlalu dari janji Laras untuk menghubungi dan memberi
jawab. Elang menatap istri tercintanya sejenak. Dan kembali asik dengan sarapan
di depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar