BAB 7


CUPLIKAN BAB 7


Meeta menghempaskan tubuhnya dengan pelan ke atas bangku disebuah kafe di Malioboro. Rasa sedih menerima kenyataan bahwa dirinya tak mungkin bisa kembali ke rumah dan perasaan syok mendapati dirinya dikabarkan meninggal dunia membuat Meeta ingin melarikan diri sejauh-jauhnya. Dia tak memperhatikan arah dan tujuan bus kota yang dinaikinya. Saat bus itu berhenti cukup lama di kawasan Malioboro, Meeta memutuskan untuk turun dan berjalan kaki sepanjang jalan Malioboro. Kebisingan dan keramaian Malioboro mampu mengusir kebingungan Meeta.
Akhirnya Meeta memutuskan untuk mengistirahatkan kakinya yang mulai terasa ngilu dan nyeri. Berjalan jauh sepanjang Malioboro, berdesak-desakkan diantara pengunjung, terinjak dan tersandung membuat kakinya sakit luar biasa. Meeta berhenti dan duduk di sebuah kafe di dalam Malioboro Mall. Memesan coffelate dan makan siang, menikmati suasana khas Malioboro yang tak pernah mati. Berusaha mengusir semua kesedihannya, menyingkirkan masalahnya dan berusaha menghibur dirinya dari rasa syok mendapati kabar terbaru di keluarganya.
Kebahagiaannya bersama anak dan suaminya terenggut paksa oleh kebodohannya sendiri. Kebahagiaan anaknya dia pertaruhkan hanya untuk seorang Bayu Anggara. Lelaki brengsek yang ingin kaya raya dengan menjual wanita-wanita yang ditipu dan diculiknya. Bayu Anggara!!
Perasaan benci itu menguar kuat di hatinya. Mengingat semua perlakuan Bayu atas dirinya, menyadari bahwa dia telah tertipu kata-kata manis dan penuh persahabatan dari lelaki brengsek itu! Menyadari kebodohannya yang terlalu percaya dengan teman baru!


Meeta menyeruput coffelate di tangannya.
“Meeta? “
Sebuah suara ragu-ragu membuyarkan lamunannya. Jantungnya berdetak cepat, rasa takut menjalarinya saat menatap lelaki asing yang berdiri didepannya dengan mata heran dan bertanya-tanya.
“Benar Meeta kan?” Desak lelaki itu melihatnya cuman terdiam.
“Aku Agung. Ingat? Teman SMA!”
“Aaahhh..” Dan rasa legapun menyerbu hati Meeta, yah Agung teman SMA nya.
“Agung.. Ya ampun! Maaf aku lupa!”
“Hahahaa..gak pa-pa! Aku memang banyak berubah! Untung kamu masih sama seperti dulu, jadi aku bisa mengenalimu. Apa kabar, Meeta?” Tanya Agung sembari duduk dibangku depan Meeta.
“Baik..baik. Sama siapa Gung?”
“Sendiri..kamu juga sendirian kan?” Meeta mengangguk. Sedikit heran kenapa Agung tak merasa aneh mendapatinya disini.
“Kamu tinggal di Jogja sekarang Gung?”
“Nggak! Lagi ada urusan kantor. Besok juga sudah meluncur lagi ke Jakarta. Lagi liburan Meet?”
Meeta hanya tersenyum menjawab pertanyaan Agung.
“Sorry kalo usil, apa yang terjadi Meet? Wajahmu lebam-lebam. Jangan bilang kecelakaan. Lukamu beda.”
Meeta tertegun sambil menatap Agung. Ketakutannya bertemu seseorang yang dikenalnya terbukti. Dia benar-benar tak ingin menjelaskan apapun tentang lukanya.
“Hubunganmu dengan suami baik-baik aja kan Meet?”
“Jadi kamu benar-benar gak tahu Gung?” Tanya Meeta keheranan.
“Tentang?”
“Aku.”
“Ada apa denganmu?”
“Oh Tuhan! Tunggu! Kamu tak punya akun FB?”
Agung menggeleng keheranan.
“Apa hubungannya?” Tanyanya heran.
“Hahahaa..” Meeta tertawa geli mendengar pertanyaan Agung. Tawa pertamanya sejak saat itu.
“Banyak yang terjadi Gung. Dan malas rasanya menceritakannya.”
“Ayolah.. Ceritakan ke aku. Kamu gak kasihan melihat aku kayak orang bego tak tahu apa-apa?”
“Ok! Garis besarnya aja ya! Jika kamu punya FB, kamu akan tahu bahwa aku sudah mati.”
“Hmm..” Agung menatap Meeta dengan Alis terangkat.
“Itulah yang mengherankanku tadi, semua teman menulis di wallku, mengucapkan duka cita atas kematianku. Dan kamu tak terkejut sama sekali mendapatiku disini.”
“Lalu?” Tanya Agung ketika melihat Meeta terdiam.
“Lalu kita makan dulu, dari pagi aku belum makan. Aku kelaparan.” Sahut Meeta dengan jenaka saat melihat pesanannya datang.
“Ggghhrr.. Masih saja suka ngerjain orang!”
“Hahaa.. Percaya gak Gung? Ini tawa pertamaku semenjak 3 bulan ini.”
Agung menatap iba pada Meeta.
“Sebegitu beratnyakah masalahmu Meet?”
Meeta menatap Agung dengan pandangan sedih. Air mata hampir tumpah membasahi pipinya, tapi dicobanya untuk menahan isak.
“Ehem..menurutmu berat tidak jika kau diculik dan dijual pada seorang maniak sex yg punya kelainan suka menyakiti patner sex nya, sementara itu di rumah kau dikabarkan mati terbakar didalam mobil bersama selingkuhanmu?”
What??’ Teriakan Agung membuat beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Sementara wajah Meeta sudah berurai air mata.
Mulut Agung masih menganga tak percaya, belum sepenuhnya bisa mencerna apa maksud perkataan Meeta. Keheningan menyelimuti mereka dan Meeta sibuk meredakan isaknya.
***



Bab 1 - 6 = 12.643 words
Bab 7 = 1.607 words ==== Total Bab 1 - 7 = 14.250 words

7 komentar:

  1. Woww udah 14 ribu! Kesel jg sih sm Meeta padahal Agung dan Gunawan mgkn bs menolongnya ya? kasian anak2nya di rumah..tp klo aku jd Meeta tentu akan serba salah juga spt Meeta.

    Ayo lanjutttt....... :) :)

    BalasHapus
  2. hehehee..dari yang aq baca emang para korban penculikan, perkosaan apalagi korban sadomasochisme emang mengalami masa-masa sulit dimengerti..
    ada kalanya dia menganggap semua orang menyalahkan dia atas apa yang terjadi sama dia..
    maksudnya ini yang mau aq gambarin ke jiwanya meeta..tau dech dapet gak..hihihiii

    iya 14K dan compi jebluk..jadi libur dulu..ayooo kejar daku..:D

    makasih ya dah mampir

    BalasHapus
  3. ya ampun ceritanya kok sedih banget mbak

    BalasHapus
  4. waah keren ceritanya, kalo udah selesai bisa d bukuin nih hehe

    BalasHapus
  5. @erlinda >> tunggu yah ntar ada cerita sadisnya..daku paling suka yang itu..qiqiqiii.. cuman belum diposting..kemaren bikinnya lompat-lompat..hehehee
    thanks linda ;)


    @mba NF >> maaaauuuu...hihihiii..maunya..tapi masih amatir mbak..:D
    makasih yaa..:)

    BalasHapus
  6. Hebat euy 14. ribuan kata...wah kayagnya saya hrs ngejar pake pesawat terbang nih...hehehe..

    maju terussss.!!!!

    BalasHapus
  7. ayuk mbak kejaaaarr...aku lagi kehabisan ide niihhh gara-gara dua hari libur karena compinya mati..:(

    BalasHapus